Salah satu kandungan al-Qur’an yang harus
selalu kita perhatikan dengan sebaik-baiknya adalah terkait peritah dan
larangan. Sebagaimana yang kita yakini sepenuhnya bahwa segala apa yang
diperintahkan Allah melalui al-Qur’an selalu berujung pada kebaikan dan manfaat
bagi kita sendiri. Sebaliknya, segala apa yang dilarang-Nya melalui
ayat-ayatnya yang mulia ini pasti memiliki dampak buruk jika dilanggar dan
diabaikan.
Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk memelihara
interaksi yang baik dengan Allah, interaksi yang baik terhadap diri sendiri,
dan juga interaksi yang baik sesama makhluk ciptaan-Nya termasuk sesama
manusia.
Banyak sekali ayat-ayat dalam al-Qur’an yang
mengatur kehidupan sosial bermasyarakat, seperti perintah berderma kepada
faqir-miskin, berbuat baik kepada orangtua, adab terhadap sesama, dan lain
sebagainya. Satu di antaranya adalah ayat ke-12 dalam surah al-Hujurât berikut:
ﭑ ﭒ ﭓ ﭔ ﭕ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚ ﭛﭜ
ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ ﭡ ﭢﭣ ﭤ ﭥ ﭦ
ﭧ ﭨ ﭩ ﭪ ﭫﭬ ﭭ ﭮﭯ ﭰ ﭱ ﭲ ﭳ ﭴ
“Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang
menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.” (QS. al-Hujurât [49]: 12)
Ayat ini
berisi larangan Allah kepada orang-orang beriman dari tiga hal membahayakan
sebagai berikut:
1. Larangan
berburuk sangka (sû azh-zhann) karena hal ini termasuk dosa besar
2. Larangan
mencari-cari kesalahan orang (tajassus)
3. Larangan
menggunjing (ghîbah)
Larangan
Allah ini disampaikan kepada orang-orang yang beriman, jadi siapa pun yang
mengaku dan mengikrarkan diri sebagai orang yang beriman hendaknya dapat
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tersebut. Dan bila terpaksa melakukan
hal tersebut hendaknya bertaubat kepada Allah. Dimensi taubat adalah merenungi
perbuatan dosa yang telah dilakukan dan menyesali, tidak akan melakukan
perbuatan dosa yang serupa pada kesempatan yang lain, taubat akan mengganti
perbuatan salah dengan perbuatan yang baik.
Berburuk sangka, mencari-cari kesalahan orang
lain, mengumpat, mengghibah, menghasut, adalah perbuatan yang tercela, akhlâq
al-madzmûmah. Suatu perilaku yang hendaknya dijauhi, disingkirkan bahkan
dibuang jauh-jauh. Perilaku tersebut di samping merugikan orang yang
bersangkutan, yang karenanya nama baiknya akan hilang, dikucilkan orang lain
bahkan usahanya kadang mengalami kendala. Ternyata perbuatan tersebut juga
merugikan diri sendiri. Dari segi ruhani berarti hatinya sakit dan harus
diobati, karena bila tidak segera diobati akan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya.
Di samping itu, doa orang yang dianiaya adalah salah satu doa yang maqbûl.
Perbuatan tersebut juga menyita waktu, tenaga dan pikiran sehingga kadang
melalaikan perbuatan-perbuatan baik lainnya. Sekalipun orang tersebut senang
melakukan amal perbuatan yang baik, namun dia akan menjadi orang yang muflish
(bangkrut), karena amal ibadahnya berkurang dan digantikan dengan dosa dari
orang yang difitnah, digunjing, dianiaya dan sebagainya. Bahkan pahala bisa
jadi akan hilang sama sekali. Bila sudah demikian tiada harapan lagi masuk ke
dalam surga Allah swt.
Ayat di atas dimulai dengan perintah menjauhi
prasangka buruk atau larangan su'uzhan sebelum larangan tajassus (mencari-cari
kesalahan orang lain) dan ghîbah (membicarakan keburukan orang lain) karena
memang biasanya keduanya timbul dari buruk sangka itu sendiri. Orang yang
berprasangka negatif terhadap orang lain biasanya tak akan puas sebelum
mengintip-intip kesalahan dan keburukannya, bahkan tak berhenti sampai di situ,
jika ia tidak berusaha mengatasinya, lisannya akan dengan mudah menyebar
keburukan orang yang telah ia cari-cari keburukannya. Jika sudah seperti itu,
ia sekali-kali tak akan bisa menarik kembali perkataan yang telah meresap ke
telinga orang-orang yang telah mendengar perkataan ghibah darinya. Dan tak bisa
dipungkiri, terkadang berita yang ia sebar akhirnya sampai pula ke telinga
orang yang dighibahinya. Dari sinilah kemudian timbul pertengkaran, permusuhan, rasa dendam yang tak henti bahkan
pertumpahan darah jika skalanya menyangkut kempulan orang atau kelompok
masyarakat dalam lingkungan yang lebih luas. Bukan tidak mungkin, peselisihan
yang tadinya hanya terjadi antar individu menjadi permusuhan antar keluarga,
antar kelompok, suku, daerah, bahkan
menjadi konflik antar negara. Semuanya berpangkal dari satu sebab kecil yang
timbul dari setitik noda di hati dan pikiran, yaitu prasangka buruk.
Jika coba kita simpulkan, semuanya ternyata
kembali kepada diri kita sendiri. Di sinilah pentingnya kita mengelola hati,
menjaga prasangka dan mengarahkannya kepada hal-hal yang positif dan bermanfaat
bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Jika kita telah
berbicara bahwa hati yang kotor begitu besar bahaya dan dampak yang dapat
ditimbulkan darinya bahkan menyangkut orang lain dan masyarakat secara luas,
begitupun hati dan pikiran yang bersih juga membawa manfaat yang sangat besar
pula dalam mewujudkan kerukunan, persaudaraan dan perdamaian antar individu,
bahkan antar kelompok manusia.
Buku ini mencoba memberikan sebuah pelajaran
betapa bahayanya buruk sangka dan hal-hal yang terkadang mengiringinya, seperti
tajassus dan ghîbah. Sekaligus mengungkap bahwa ada yang lebih baik dan lebih
dahsyat pengaruh kebaikannya, membawa ketenangan dan perdamaian, mempererat
persaudaraan dan kerukunan antar sesama, seperti husnuzhan dan menutup aib
sesama di mana selain manfaatnya yang begitu besar bagi kehidupan sosial, juga
pahala yang luar biasa bagi siapa yang senatiasa mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar