Minggu, 19 Mei 2013

Cinta Menurut al-Qur'an

Pengertian Cinta Menurut al-Qur’an
          Menurut hadits Nabi saw., orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai’an, katsura dzikruhu). Kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai’an fa huwa ‘abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati itu ada tiga, 1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lainnya, 2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lainnya, 3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding dengan yang lainnya atau bahkan dibanding dirinya sendiri.
            Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Allah swt. maka ia lebih suka berbicara dengan Allah dengan membaca firman-Nya, lebih suka becengkerama dengan Allah dengan beri’tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah daripada yang lain-Nya.
            Dalam al-Qur’an sendiri, cinta memiliki beberapa pengertian. Di antaranya sebagai berikut ;
1. Cinta mawaddah, adalah jenis cinta yang menggebu-gebu dan membara. Orang yang memiliki cinta jenis ini, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya dan tak bisa berfikir lain,
2. Cinta rahmah, adalah jenis cinta yang penuh dengan kasih sayang, lembut, siap berkorban dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis ini lebih memperhatikan yang dicintainya dibanding dengan dirinya sendiri. Baginya, yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahannya. Termasuk cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya dan anak terhadap orang tuanya. Dari itu, maka dalam al-Qur’an, kerabat diebut “al-arhaam” /”dzawil arhaam” , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang yang fithri. Sejak janin, seorang anak sudah diliputi suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut “rahiim”. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu bersilaturahmi/silaturahim yang artinya menyambung tali kasih sayang. Suami-isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir-batin, dunia-akhirat.
3. Cinta mail, adalah cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh oerhatian hingga hal-hal lain kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al-Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika seseorang jatuh cinta kepada yang muda (an tamiiluu kullalmaiil), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
4. Cinta syaghaf, adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil, dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafahaa hubban) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tidak menyadari apa yang dilakukan. Al-Qur’an menggunakan term syghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, isteri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. Cinta ra’fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada seorang anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk shalat, membelanya meskipun salah. Al-Qur’an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlan cinta ra’fah ini menyebabkan orang tidak menjalankan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (QS. an-Nuur : 2).
6. Cinta shabwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku menyimpang tanpa sanggup mengelak. Al-Qur’an menyebut term ini ketika mengkisahkan bagaimana nabi Yusuf berdo’a agar dipisahkan dengan Zulaikha yang setiap hari menggodanya (memohon agar dimasukkan ke dalam penjara saja), sebab jika tidak, lama-kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh (wa in laa tashsif ‘annii kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun minaljaahiliin) QS. Yuusuf : 33.
7. Cinta syauq (rindu), term ini bukan dari al-Qur’an, tetapi dari hadits yang menerangkan al-Qur’an. Dalam surah al-‘Ankabuut ayat 5 disebutkan bahwa barang siapa yang rindu berjumpa dengan Allah, pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam sebuah do’a ma’tsur dari Nabi saw. riwayat Ahmad “aku mohon dapat merasakan ni’matnya memandang wajah-Mu dan ni’matnya kerinduan untuk berjumpa dengan-Mu” (wa as’aluka ladzdzatannadhzari ilaa wajhika wasysyauqa ilaa liqaa’ika). Menurut Ibn al-Qayyim al-Jauzi dalam kitab Raudhah al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqiin, syauq (rindu) adalah pengembaraan hati pada sang kekasih (safar al-qalb ilaa al-mahbuub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta (hurqat al-mahabbah wa iltihaab naariha fii qal al-muhibb).
8. Cinta kulfah, yakni perasaan cinta yang disertai dengan kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut dalam al-Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan kemampuannya. Laa yukallifullaahu nafsan illa wus’ahaa (QS. al-Baqarah : 286).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar